Senin, 02 Februari 2015

Juknis BOS Madrasah “GBPNS yang Mendapat Tunjangan Profesi Honornya Tidak Dibayar Lagi”

Petunjuk Teknis Pelaksanaan BOS MI, MTs dan PPS yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama pada tahun 2015 halaman 17 yang menyebutkan  “Guru honorer yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi, maka honor yang dibayarkan adalah untuk kegiatan pembelajaran di luar 24 jam pelajaran.” Artinya GBPNS yang mengajar 24 JP tidak dibayar lagi honornya dari dana BOS jika sudah menerima tunjangan profesi.
Kebijakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI yang dituangkan dalam juknis di atas memunculkan paling tidak ada 5 (lima) hal yang perlu dicermati lebih jauh.
Pertama, Adakah perbedaan tugas, hak, kewajiban, dan persayaratan Guru antara PNS dan Bukan PNS? Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pada bab XI pasal 39, 40, 41, dan 42 tidak membedakan sama sekali tentang tugas, hak, kewajiban, dan persyaratan Guru PNS dan GBPNS, keduanya oleh UU Sisdiknas itu disebut pendidik.  UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menyatakan hal yang sama, tidak ada diskriminasi tugas, hak, kewajiban, kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru. Sebagai contoh terkait kualifikasi dan sertifikasi pada pasal 13 ayat (1) disebutkan “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.”
Kedua, apa dasar rujukan pelarangan tersebut? Adakah ketentuan yang melarang bantuan terhadap pembayaran gaji honor dari dana BOS?  Gaji/honor menurut PP 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 38 adalah termasuk dalam biaya personalia satuan pendidikan. Pasal 17 menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah terhadap pendanaan biaya personalia Bukan PNS disektor pendidikan antara lain subsidi tunjangan fungsional bagi guru tetap madrasah dan pendidikan keagamaan formal yang ditugaskan oleh Pemerintah atau penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; tunjangan profesi bagi guru yang ditugaskan oleh Pemerintah atau penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; honorarium bagi guru honor yang ditugaskan oleh Pemerintah.  Lalu bagaimana honorarium/gaji pokok satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat? Pasal 38 ayat (3) PP 48 tahun 2008 menyatakan “Pemerintah, pemerintah daerah, pemangku kepentingan pendidikan, dan pihak asing dapat membantu pendanaan biaya personalia pada satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan masyarakat.  Peraturan Menteri Agama Nomor 43 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi bagi Guru Bukan PNS di Lingkungan Kementerian Agama menyatakan bahwa selain pembayaran tunjangan profesi, GBPNS juga dapat menerima tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan tunjangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Apakah dana BOS itu? BOS menurut Juknis Pelaksanaan BOS MI, MTs, dan PPS tahun 2015 adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Berdasarkan pengertian ini maka jelas bahwa BOS bukan diperuntukkan bagi biaya personalia seperti gaji/honorarium. Lalu bolehkan MI dan MTs (Swasta) memungut biaya pendidikan untuk pembayaran gaji honor? Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pada Pasal 34 ayat 2 menyebutkan “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.“ Disinilah letak dilematisnya. Kebijakan pendidikan gratis pendidikan dasar di satu sisi dan disisi lain dana BOS yang diprogramkan Pemerintah bukan diperuntukkan untuk biaya personalia satuan pendidikan, sementara GBPNS adalah juga manusia yang punya kebutuhan dasar. Mereka perlu makan tiap hari, perlu obat, perlu air dan listrik yang harus dibayar tiap bulan bukan persemester. Padahal PP  48 Tahun 2008  tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 38 ayat (1) secara gamblang menyebutkan bahwa biaya personalia satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat sekurang-kurangnya mencakup: gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
Keempat, Bisakah Pemerintah menjamin tunjangan profesi akan dibayarkan setiap bulan? Inilah yang sering menjadi kerisauan para GBPNS. Mungkin ketidakadaan honor/gaji bulanan akan sedikit terobati jika Pemerintah menjamin bahwa tunjangan profesi sebesar Rp 1.500.000,- atau sesuai inpassing akan dibayar rutin tiap bulan layaknya PNS menerima gaji tiap bulannya. Belum pernah terjadi dalam sejarah MI atau MTs swasta, tunjangan profesi dibayar perbulan. Menunggu satu semester pun masih dalam harap-harap cemas, persis seperti petani yang menunggu-nunggu panen padinya. Bisa jadi tunjungan profesi yang ditunggu tak kunjung cair, sebab dana pada DIPA ternyata tidak mencukupi, atau karena persoalan teknis administrasi lainnya. Inpasing atau kesetaraan dengan gaji pokok PNS yang rencananya dibayarkan pada GBPNS Kementerian Agama terhitung Januari 2015 pun bagi GBPNS masih berupa janji manis dan semoga menjadi kenyataan. UU No. 14 Tahun 2005 dan PP 74 Tahun 2008 sudah lama mengamanatkan itu dan SK inpassing-nya pun bagi sebagian GBPNS sudah diterima sejak 2011.
Kelima, Apakah ketentuan pada juknis BOS tersebut sudah final dan proporsional serta memahami persoalan madrasah?  Penggunaan dana BOS sebenarnya bisa saja digunakan untuk biaya personalia dan hal ini dinyatakan sendiri oleh Juknis Pelaksanaan BOS MI, MTs, dan PPS Tahun 2015, seperti pada bab I halaman 1 menyatakan bahwa selain biaya non personalia, “..., ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. Secara detail jenis kegiatan yang boleh dibiayai dari dana BOS dibahas pada bagian penggunaan dana BOS.”  Kenyataannya, justeru pada bagian penggunaan dana BOS itu tidak mencantumkan honor/gaji GBPNS dan bahkan menyatakan sebaliknya, yaitu “Guru honorer yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi, maka honor yang dibayarkan adalah untuk kegiatan pembelajaran di luar 24 jam pelajaran.”

Jumlah GBPNS pada sekolah umum mungkin tidak terlalu besar, namun pada MI dan MTs justeru sebaliknya. Kualifikasi dan Kompetensi mereka pun tidak kalah dengan PNS karena umumnya para GBPNS masih muda-muda dan bahkan tidak jarang kerja dan kinerja mereka lebih baik dibandingkan PNS. GBPNS pada madrasah sudah biasa dengan hidup seadanya. Dulu, sebelum ada program BOS mereka diberi honor sekedarnya dari dana masyarakat. Mereka tidak pernah menuntut banyak, honor mereka perbulan berkisar antara Rp 150.000,- s.d. Rp 600.000,- dan besaran itu juga yang mereka terima ketika program BOS diluncurkan hingga sekarang. Kenaikan gaji honor hampir tidak pernah terjadi bahkan telah dibatasi maksimal 20% termasuk insentif lainnya, jauh dari standar upah minimum, sementara gaji PNS naik tiap tahun, belum tunjangan isteri, anak, uang makan, tunjangan beras, tunjangan pph, Kini honor yang tidak besar itupun harus tidak mereka terima lagi. Sekarang GBPNS hanya bisa pasrah menerima kebijakan ketentuan tersebut yang mungkin sudah dipertimbangkan secara arif dan bijak oleh para pakar di bidangnya. Gelar guru tanpa tanda jasa mungkin hanya pantas diberikan kepada para GBPNS. Semangat dan selamat berjuang wahai para GBPNS pendidik anak bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar